RIAU

PT MWII Diminta Kembalikan Lahan Sakai Bathin Batuoh

PT MWII Diminta Kembalikan Lahan Sakai Bathin Batuoh

PEKANBARU, TIRAIPESISIR.COM — PT Murini Wood Indah Industry (MWII) diminta mengembalikan lahan milik Suku Sakai Bathin Batuoh lebih kurang 10.000 hektare di Kecamatan Bathin Solapan dan Kecamatan Pinggir, Bengkalis.

Permintaan itu dikemukakan Koordinator Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara-JP) Ir Gandamora alam perbincangan dengan TIRAIPESISIR.COM, Kamis (19/3/2020) pagi.


Ganda mengaku prihatin pencaplokan lahan yang merupakan hutan adat Suku Sakai oleh perusahaan Surya Dumai Group tersebut.

“Pemerintah tidak pernah melihat peta. Dulunya kawasan yang total luasnya 2.200 hektare ini merupakan milik Suku Sakai. Tetapi tiba-tiba Tim Terpadu melepaskan kawasan tersebut dari HPK (Hutan Produksi yang dapat diKonversi, Red) menjadi Areal Penggunaan Lain (APL, Red) tanpa pelepasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Wabup Meranti,H.Said Hasyim Buka Pelatihan Calon Paskibraka HUT RI Ke-74 di Meranti

Parahnya, di atas lahan itu kemudian keluar lagi Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah ditumbuhi kebun sawit. Padahal tahun 2011 masih kawasan hutan konversi.


”Ini jelas tidak sesuai dengan prosedural. Diduga telah terjadi persengkongkolan antara perusahaan yang menggarap lahan itu dengan pihak pihak tertentu. Saya akan laporkan masalah ini kepada pihak Komisi Pemberatasan Korupsi,” tukas Ganda lagi.

Jauh sebelum anak perusahaan First Resources, grup Surya Dumai itu ada, orang orang Suku Sakai hidup harmonis dan damai dalam lingkungan adat mereka.

“Kini ada sekitar 10.000 hektare berhasil digarap menjadi kebun sawit, tanpa ada ganti rugi tau mengikutkan suku pedalaman sebagai mitra,” tutur Ganda.

Penuturan Ir Ganda Mora ini dibenarkan Bagindo Raja Puyan, Kepala Bathin Batuoh, anak suku Orang Rimba, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Baca Juga :  KPK Panggil Direktur Keuangan PLN Terkait Kasus Suap Dirut PLN Sofyan Basir

Dengan dialek khasnya, Kepala Bathin Batuoh itu memberi gambaran kehidupan generasi mereka yang terusir dari Tanah Leluhurnya sendiri. ”Sehingga anak rimba terus tergusur,” ucapnya lirih.

Padahal, katanya lagi, Hutan Adat, bagi orang suku pedalaman yang tinggal di kawasan itu memang rumah bagi mereka. Mereka hidup berkelompok dengan sesama anggotanya dengan memanfaatkan kekayaan alam. Orang pedalaman hidup dalam keharmonisan tanpa bantuan teknologi.

Sejak Tahun 1946, Suku Sakai memang telah ditetap oleh pemerintah RI bahwa Hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnyu. Rutinitas Sakai meramu, menanam dan berburu. Namun keharmonisan itu terusik ketika peran pemerintah menggunakan sebagian kawasan hutan adat menjadi pembangunan jalan tol yang diperuntukkan program pemerataan penduduk.

Baca Juga :  Polres Metro Jakarta Barat Dapat Penghargaan Dari US Dea,Berhasil Membongkar Sindikat Narkotika Internasional

Selain itu, pemerintah juga dengan mudah memberikan izin bagi para pengusaha untuk membuka lahan di daerah dipercayai merupakan tempat tinggal Orang Sakai. Sayangnya, keputusan untuk keluar dari hutan dan berbaur dengan masyarakat lainnya rupanya juga tidak membuat hidup mereka tenang.

Kadang kala ada pertikaian karena kesalahpahaman dengan masyarakat pendatang. Bukan tanpa sebab, pertikaian itu diyakini mereka karena tanah digunakan oleh para pendatang merupakan milik nenek moyang mereka.

Menurut Bagindo Raja Puyan, masyarakat sekitar tidak pernah dibantu secara sosial. Baik itu fasilitas umum, bantuan beasiswa bagi anak tak mampu, bantuan kesejahteraan masyarakat tempatan tidak pernah diberikan kepada kami. * (denny)


author

Redaksi

http://www.tiraipesisir.com

Independent & Demokratis

Follow Me: